Sunday, March 23, 2014

ARIF UMUR 8 TAHUN MEMBUNUH PREMAN .



KISAH NYATA ARIF SI NARAPIDANA CILIK YANG CERDAS (8 Tahun)

Terus terang, meski sudah beberapa kali mengadakan penelitian Kriminal di LP, pengalaman kali ini adalah pengalaman pertama saya ngobrol langsung dengan seseorang yang didakwa kasus pembunuhan berencana.

Dengan jantung dag dig dug, pikiran saya melayang-layang mengira-ngira gambaran orang yang akan saya temui. Suda
h terbayang muka keji Hanibal Lecter, juga penjahat-penjahat berjenggot palsu ala sinetron, dan gambaran-gambaran pembunuh berdarah dingin lain yang sering saya temui di cerita TV.

Well, akhirnya setelah menunggu sekian lama berharap-harap cemas, salah satu sipir membawa seorang anak kehadapan saya.Yup, benar seorang anak berumur 8 tahun. Tingginya tidak lebih dari pinggang orang dewasa dengan wajah yang diliputi senyum malu-malu. Matanya teduh dengan gerak-gerik yang sopan.

Saya pun membaca berkas kasusnya yang diserahkan oleh sipir itu. Sebelum masuk penjara ternyata ia adalah juara kelas di sekolahnya, juara menggambar, jago bermain suling, juara mengaji dan azan di tingkat anak-anak.

Kemampuan berhitungnya lumayan menonjol. Bahkan dari balik sekolah di dalam penjara pun nilai sekolahnya tercatat kedua terbesar tingkat provinsi. Lantas kenapa ia sampai membunuh? Dengan rencana pula?

Kasus ini terjadi ketika Arif sebut saja nama anak ini begitu, belum genap berusia tujuh tahun.Ayahnya yang berdagang di sebuah pasar di daerah bekasi, dihabisi kepala preman yang menguasai daerah itu. Latar belakangnya karena si ayah enggan membayar uang 'keamanan' yang begitu tinggi.

Berita ini rupanya sampai di telinga Arif. Malam esok harinya setelah ayahnya dikebumikan ia mendatangi tempat mangkal preman tersebut. Bermodalkan pisau dapur ia menantang orang yang membunuh ayahnya.

"Siapa yang bunuh ayah saya!" teriaknya kepada orang yang ada di tempat itu.

"Gue terus kenapa?" ujar kepala preman yang membunuh ayahnya sambil disambut gelak tawa di belakangnya.

Tanpa banyak bicara anak kecil itu sambil melompat menghunuskan pisau ke perut si preman. Dan tepat mengenai ulu hatinya, pria berbadan besar itu jatuh tersungkur ke tanah. Arif pun langsung lari pulang ke rumah setelahnya. Akhirnya selesai sholat subuh esok paginya ia digelandang ke kantor polisi.

"Arif nih sering bikin repot petugas di Lapas!" ujar kepala lapas yang ikut menemani saya mewawancarai arif sambil tersenyum. Ternyata sejak di penjara dua tahun lalu. Anak ini sudah tiga kali melarikan diri dari selnya. Dan caranya pun menurut saya tergolong ajaib.

Pelarian pertama dilakukannya dengan cara yang tak terpikirkan siapapun. Setiap pagi sampah-sampah dari Lapas itu di jemput oleh mobil kebersihan. Sadar akan hal ini, diam-diam Arif menyelinap ke dalam salah satu kantung sampah. Hasilnya 1-0 untuk Arif. Ia berhasil keluar dari penjara.

Pelarian kedua lebih kreatif lagi. Anak yang doyan baca ini pernah membaca artikel tentang fermentasi makanan tape (ingat lho waktu wawancara usianya baru 8 tahun). Dari situ ia mendapat informasi bahwa tape mengandung udara panas yang bersifat destruktif terhadap benda keras.

Kebetulan pula di Lapas anak ini disediakan tape uli dua kali dalam seminggu. Setiap disediakan tape, arif selalu berpuasa karena jatah tape itu dibalurkannya ke dinding tembok sel tahanannya. Hasilnya setelah empat bulan, tembok penjara itu menjadi lunak seperti tanah liat. Satu buah lubang berhasil dibuatnya. 2-0 untuk arif. Ia keluar penjara ke dua kalinya.

Pelarian ke tiganya dilakukan ala Mission Imposible. Arif yang ditugasi membersihkan kamar mandi melihat ember sebagai sebuah solusi. Besi yang berfungsi sebagai pegangan ember itu di simpan di dalam kamarnya. Tahu bahwa dirinya sudah diawasi sangat ketat, Arif memilih tempat persembunyian paling aman sebelum memutuskan untuk kabur.

Ruang kepala Lapas menjadi pilihannya. Alasannya jelas, karena tidak pernah satu pun penjaga berani memeriksa ruang ini. Ketika tengah malam ia menyelinap keluar dengan menggunakan besi pegangan ember untuk membuka pintu dan gembok. Jangan Tanya saya bagaimana caranya, pokoknya tahu-tahu ia sudah di luar. 3-0 untuk Arif.

Lantas kenapa ia bisa tertangkap lagi? Rupanya kepintaran itu masih berada di sebuah kepala bocah.Pelarian-pelariannya didorong dari rasa kangennya terhadap ibunya. Anak ini keluar dari penjara hanya untuk ke rumah sang ibunda tercinta. Jadi dari Lapas tanggerang ia menumpang-numpang mobil Omprengan dan juga berjalan kaki sekian kilometer dengan satu tujuan, pulang!

Karena itu pula pada pelarian Arif yang ketiga, kepala Lapas yang juga seorang ibu ini meminta anak buahnya untuk tidak segera menjemput Arif. Hasilnya dua hari kemudian Arif kembali lagi ke lapas sambil membawa surat untuk kepala Lapas yang ditulisnya sendiri.

* Ibu kepala Arif minta maaf, tapi Arif kangen sama ibu Arif. * Tulisnya singkat.

Seorang anak cerdas yang harus terkurung dipenjara. Tapi, saya tidak lantas berpikir bahwa ia tidak benar-benar bersalah dan harus dibebaskan. Bagaimanapun juga ia telah menghilangkan nyawa seseorang. Tapi saya hanya berandai-andai jika saja, kebijakan bertindak cepat menangkap pembunuh si ayah (secepat polisi menangkap si Arif) pastinya saat ini anak pintar dan rajin itu tidak akan berada di tempat seperti ini.Dan kreativitasnya yang tinggi itu bisa berguna untuk hal yang lain.

Sayangnya si Arif itu cuma anak pedagang sayur miskin sementara si preman yang dibunuhnya selalu setia menyetor kepada pihak berwajib setempat. Itulah yang namanya keadilan di negeri ini!

Sumber : KASKUS

Mohon like dan sebarkan [SHARE] sampai kepada Presiden!!
Penulis: Lars Fredick Sugandha
Photo: ARIF UMUR 8 TaHuN MEMBUNUH PREMAN .

KISAH NYATA ARIF SI NARAPIDANA CILIK YANG CERDAS (8 Tahun)

Terus terang, meski sudah beberapa kali mengadakan penelitian Kriminal di LP, pengalaman kali ini adalah pengalaman pertama saya ngobrol langsung dengan seseorang yang didakwa kasus pembunuhan berencana.

Dengan jantung dag dig dug, pikiran saya melayang-layang mengira-ngira gambaran orang yang akan saya temui. Suda
h terbayang muka keji Hanibal Lecter, juga penjahat-penjahat berjenggot palsu ala sinetron, dan gambaran-gambaran pembunuh berdarah dingin lain yang sering saya temui di cerita TV.

Well, akhirnya setelah menunggu sekian lama berharap-harap cemas, salah satu sipir membawa seorang anak kehadapan saya.Yup, benar seorang anak berumur 8 tahun. Tingginya tidak lebih dari pinggang orang dewasa dengan wajah yang diliputi senyum malu-malu. Matanya teduh dengan gerak-gerik yang sopan.

Saya pun membaca berkas kasusnya yang diserahkan oleh sipir itu. Sebelum masuk penjara ternyata ia adalah juara kelas di sekolahnya, juara menggambar, jago bermain suling, juara mengaji dan azan di tingkat anak-anak.

Kemampuan berhitungnya lumayan menonjol. Bahkan dari balik sekolah di dalam penjara pun nilai sekolahnya tercatat kedua terbesar tingkat provinsi. Lantas kenapa ia sampai membunuh? Dengan rencana pula?

Kasus ini terjadi ketika Arif sebut saja nama anak ini begitu, belum genap berusia tujuh tahun.Ayahnya yang berdagang di sebuah pasar di daerah bekasi, dihabisi kepala preman yang menguasai daerah itu. Latar belakangnya karena si ayah enggan membayar uang 'keamanan' yang begitu tinggi.

Berita ini rupanya sampai di telinga Arif. Malam esok harinya setelah ayahnya dikebumikan ia mendatangi tempat mangkal preman tersebut. Bermodalkan pisau dapur ia menantang orang yang membunuh ayahnya.

"Siapa yang bunuh ayah saya!" teriaknya kepada orang yang ada di tempat itu.

"Gue terus kenapa?" ujar kepala preman yang membunuh ayahnya sambil disambut gelak tawa di belakangnya.

Tanpa banyak bicara anak kecil itu sambil melompat menghunuskan pisau ke perut si preman. Dan tepat mengenai ulu hatinya, pria berbadan besar itu jatuh tersungkur ke tanah. Arif pun langsung lari pulang ke rumah setelahnya. Akhirnya selesai sholat subuh esok paginya ia digelandang ke kantor polisi.

"Arif nih sering bikin repot petugas di Lapas!" ujar kepala lapas yang ikut menemani saya mewawancarai arif sambil tersenyum. Ternyata sejak di penjara dua tahun lalu. Anak ini sudah tiga kali melarikan diri dari selnya. Dan caranya pun menurut saya tergolong ajaib.

Pelarian pertama dilakukannya dengan cara yang tak terpikirkan siapapun. Setiap pagi sampah-sampah dari Lapas itu di jemput oleh mobil kebersihan. Sadar akan hal ini, diam-diam Arif menyelinap ke dalam salah satu kantung sampah. Hasilnya 1-0 untuk Arif. Ia berhasil keluar dari penjara.

Pelarian kedua lebih kreatif lagi. Anak yang doyan baca ini pernah membaca artikel tentang fermentasi makanan tape (ingat lho waktu wawancara usianya baru 8 tahun). Dari situ ia mendapat informasi bahwa tape mengandung udara panas yang bersifat destruktif terhadap benda keras.

Kebetulan pula di Lapas anak ini disediakan tape uli dua kali dalam seminggu. Setiap disediakan tape, arif selalu berpuasa karena jatah tape itu dibalurkannya ke dinding tembok sel tahanannya. Hasilnya setelah empat bulan, tembok penjara itu menjadi lunak seperti tanah liat. Satu buah lubang berhasil dibuatnya. 2-0 untuk arif. Ia keluar penjara ke dua kalinya.

Pelarian ke tiganya dilakukan ala Mission Imposible. Arif yang ditugasi membersihkan kamar mandi melihat ember sebagai sebuah solusi. Besi yang berfungsi sebagai pegangan ember itu di simpan di dalam kamarnya. Tahu bahwa dirinya sudah diawasi sangat ketat, Arif memilih tempat persembunyian paling aman sebelum memutuskan untuk kabur.

Ruang kepala Lapas menjadi pilihannya. Alasannya jelas, karena tidak pernah satu pun penjaga berani memeriksa ruang ini. Ketika tengah malam ia menyelinap keluar dengan menggunakan besi pegangan ember untuk membuka pintu dan gembok. Jangan Tanya saya bagaimana caranya, pokoknya tahu-tahu ia sudah di luar. 3-0 untuk Arif.

Lantas kenapa ia bisa tertangkap lagi? Rupanya kepintaran itu masih berada di sebuah kepala bocah.Pelarian-pelariannya didorong dari rasa kangennya terhadap ibunya. Anak ini keluar dari penjara hanya untuk ke rumah sang ibunda tercinta. Jadi dari Lapas tanggerang ia menumpang-numpang mobil Omprengan dan juga berjalan kaki sekian kilometer dengan satu tujuan, pulang!

Karena itu pula pada pelarian Arif yang ketiga, kepala Lapas yang juga seorang ibu ini meminta anak buahnya untuk tidak segera menjemput Arif. Hasilnya dua hari kemudian Arif kembali lagi ke lapas sambil membawa surat untuk kepala Lapas yang ditulisnya sendiri.

* Ibu kepala Arif minta maaf, tapi Arif kangen sama ibu Arif. * Tulisnya singkat.

Seorang anak cerdas yang harus terkurung dipenjara. Tapi, saya tidak lantas berpikir bahwa ia tidak benar-benar bersalah dan harus dibebaskan. Bagaimanapun juga ia telah menghilangkan nyawa seseorang. Tapi saya hanya berandai-andai jika saja, kebijakan bertindak cepat menangkap pembunuh si ayah (secepat polisi menangkap si Arif) pastinya saat ini anak pintar dan rajin itu tidak akan berada di tempat seperti ini.Dan kreativitasnya yang tinggi itu bisa berguna untuk hal yang lain.

Sayangnya si Arif itu cuma anak pedagang sayur miskin sementara si preman yang dibunuhnya selalu setia menyetor kepada pihak berwajib setempat. Itulah yang namanya keadilan di negeri ini!

Sumber : KASKUS

Mohon like dan sebarkan [SHARE] sampai kepada Presiden!!
Penulis: Lars Fredick Sugandha

Friday, March 21, 2014

Ibu, Maafkan Aku Yang Lama Tidak Menyapamu

Lama bekerja di luar kota, aku sangat sibuk. Kesibukan itulah yang membuat aku lupa menanyakan kabar ibu. Hingga pada akhirnya aku menyesal karena lama tidak menyapa ibu. Hai ladies..akan membagi beberapa kisah nyata tentang ibu dan anak perempuannya. Cerita ini dikirim oleh salah satu Sahabat. Semoga bisa membuat cinta Anda pada ibu semakin besar. *** Namaku Dewi. Dulu, ibu memberi nama itu agar aku tumbuh cantik, kuat dan anggun seperti para dewi di berbagai cerita legenda. Aku menyukai nama itu. Seperti keinginan ibu, aku tumbuh menjadi perempuan yang kuat, cerdas dan cantik. Setidaknya begitulah pujian yang sering aku dengar. Setelah selesai kuliah, aku memutuskan untuk bekerja di Jakarta. Ibu kota lebih menawarkan jenjang karir dan penghasilan yang lebih baik. Dengan nilai akademis yang baik dan kemauan untuk belajar, tidak sulit mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Aku diterima bekerja di salah satu kantor yang berhubungan dengan saham. Kita semua tahu bahwa bekerja di sektor saham membutuhkan waktu yang sangat banyak. Saya memang mendapat gaji besar, namun banyak juga yang harus saya korbankan, termasuk waktu ngobrol bersama ibu via telepon. Di awal bekerja dulu, setidaknya saya menelepon ibu seminggu sekali. Setelah itu saya semakin sibuk, setiap hari cepat berlalu, saya tidak pernah menghubungi ibu. Sengaja Tidak Mengangkat Telepon Ibu.. Jika sudah begini, ibu yang pada akhirnya menelepon saya. Karena badan dan kepala saya seringkali capek dan butuh istirahat, telepon-telepon itu lebih sering saya abaikan ketimbang saya angkat. Saya lebih memilih tetap tidur dalam selimut yang hangat ketimbang mengangkat telepon dari ibu. Saya bahkan sengaja mematikan tombol panggilan saat ibu menelepon di jam santai. Waktu itu saya berpikir, paling-paling ibu hanya akan menanyakan saya sudah makan atau belum. Saya ini sudah besar, tidak perlu diingatkan makan, saya sudah bisa makan sendiri. Mungkin karena sudah punya penghasilan sendiri yang cukup besar, saya angkuh ketika itu. Selama uang yang saya kirim ke ibu tetap lancar, saya merasa tidak berkewajiban ngobrol dengannya. Isi Kepala Saya Hanya Kerja, Kerja, Kerja, Hingga Akhirnya.. Berbulan-bulan saya lalui dengan kegiatan seperti ini. Saya tidak tahu bagaimana kabar ibu, ibu pun tidak punya akses untuk tahu bagaimana kabar saya. Hingga tepat setahun yang lalu, saat Jakarta dilanda banjir, kondisi tubuh saya drop. Saya demam berhari-hari dan dinyatakan positif demam berdarah. Karena tinggal sendiri di Jakarta, saya memutuskan lebih baik dirawat di rumah sakit. Saat itu, yang saya inginkan hanya ibu. Mungkin inilah titik balik saat saya sadar betapa tidak terpujinya sikap saya pada ibu. Saat saya sehat, sama sekali tidak ingat ibu. Ketika terkapar di rumah sakit, kehadiran ibu sangat saya inginkan. Dengan sedikit malu, saya menelepon ibu dan mengabarkan bahwa saya dirawat di rumah sakit. Saya bisa mendengar suara ibu sangat panik di balik telepon. Ibu mengatakan akan ke Jakarta secepatnya. Namun aku tetap keras kepala agar ibu tidak perlu menyusulku. Walau merindukan ibu, aku bisa merawat diriku sendiri. Penyesalan Terbesarku.. Tapi seorang ibu tetaplah ibu. Dua hari kemudian ibu sudah ada di samping ranjang tempat tidurku, datang bersama adikku yang terpaksa bolos kuliah demi menjengukku. Saat itu aku melihat ibu tidak berjalan seperti biasanya. Kakinya sedikit pincang. "Ibu jatuh dari tangga dua minggu yang lalu," ujar adikku dengan sedikit ketus. "Mbak sih, ditelepon bolak-balik nggak pernah diangkat. Kemarin orang serumah ngelarang ibu ke Jakarta, tapi katanya ibu khawatir kakak kenapa-kenapa, padahal kaki ibu masih bengkak," "Nggak apa-apa kok, kaki ibu sudah nggak sesakit kemarin," ujar ibuku. Aku bisa melihat senyum hangat di bibirnya, senyum yang sudah lama tidak aku lihat. Entah kenapa, ada rasa menyesal luar biasa dalam diriku. Dadaku terasa sakit karena mengetahui kalau sebenarnya kondisi ibu tidak baik, dan aku selama ini tidak peduli padanya. Aku tidak peduli dengan infus yang masih menempel di pergelangan tanganku, aku langsung memeluk ibu dan menangis di pelukannya. "Lho kok kamu nangis?" tanya ibuku dengan suara bingung. Ini adalah puncak penyesalanku, penyesalan yang aku tahu sudah melukai hati ibu. Aku menyesal sudah mengabaikan ibu berbulan-bulan, aku menyesal tidak pernah menanyakan kabarnya, bahkan dalam kondisi tidak baik seperti ini, ibu rela jauh-jauh ke Jakarta naik kereta api. Dan lihatlah aku, anak perempuan kesayangannya yang tidak tahu terima kasih. Aku menangis sampai baju rumah sakit yang aku pakai basah di bagian dada. Berkali-kali aku meminta maaf. Namun tahukah kalian dengan jawaban ibuku? "Kamu nggak salah apa-apa," Aku semakin merasa sangat berdosa. Tuhan sudah terlalu baik menitipkanku pada ibu yang hebat, namun aku menyia-nyiakannya. Jika sakitku adalah sentilan Tuhan, aku berterima kasih kepada-Nya. Setidaknya aku tahu kesalahanku dan bisa memperbaikinya, belum ada kata terlambat. Setelah aku keluar dari rumah sakit dan kembali bekerja. Aku selalu menyempatkan diri menelepon ibu, setidaknya lima menit setiap hari. Hanya lima menit setiap 24 jam, ternyata tidak seberat dugaanku. Sekarang aku lebih lega, lebih sehat, dan aku justru senang jika ibu mulai cerewet memintaku makan teratur. Bukankah itu tanda sayang seorang ibu? Aku tahu kesuksesan ini adalah buah manis dari doa-doa ibu. Apalah saya jika tidak memiliki seorang ibu yang hebat. Semoga kisah saya ini bisa menjadi inspirasi pembaca. Jika Anda memang sibuk bekerja dan meniti karir, ingatlah dengan ibu Anda. Jangan berpikir semua kesuksesan ini hanya hasil usaha Anda, karena dalam setiap langkah Anda, pasti ada doa ibu yang menuntun Anda. Salam sayang untuk semua ibu hebat di Indonesia.

Tuesday, March 18, 2014

Pramugari dan kakek tua

Saya adalah seorang pramugari biasa dari China Airlines. Karena bergabung dengan perusahaan penerbangan hanya beberapa tahun dan tidak mempunyai pengalaman yang mengesankan, setiap harinya hanya melayani penumpang dan melakukan pekerjaan yang monoton. Pada tanggal 17 Juni yang lalu saya menjumpai suatu pengalaman yang membuat perubahan pandangan saya terhadap pekerjaan maupun hidup saya. Hari ini jadwal perjalanan kami adalah dari Shanghai menuju Peking, penumpang sangat penuh pada hari ini. Di antara penumpang, saya melihat seorang kakek dari desa merangkul sebuah karung tua dan terlihat jelas sekali gaya desanya. Pada saat itu saya yang berdiri di pintu pesawat menyambut penumpang. Kesan pertama dari pikiran saya ialah zaman sekarang sungguh sudah maju, seorang dari desa sudah mempunyai uang untuk naik pesawat. Ketika pesawat sudah terbang, kami mulai menyajikan minum. Ketika melewati baris 20, saya melihat kembali kakek tua tersebut. Dia duduk dengan tegak dan kaku di tempat duduknya dengan memangku karung tua bagaikan patung. Kami menanyakan mau minum apa, tetapi dengan terkejut dia melambaikan tangan menolak. Kami hendak membantunya meletakkan karung tua di atas bagasi tempat duduk juga ditolak olehnya. Lalu kami membiarkan duduk dengan tenang. Menjelang pembagian makanan kami melihat dia duduk dengan tenang di tempat duduknya. Kami menawarkan makanan juga ditolak olehnya. Akhirnya kepala pramugari dengan akrab bertanya kepadanya apakah dia sakit. Dengan suara kecil dia menjawab bahwa dia hendak ke toilet tetapi dia takut apakah di pesawat boleh bergerak sembarang, takut merusak barang di dalam pesawat. Kami menjelaskan kepadanya bahwa dia boleh bergerak sesuka hatinya dan menyuruh seorang pramugara mengantar dia ke toilet. Pada saat menyajikan minum yang ke dua kali, kami melihat dia melirik ke penumpang sebelahnya dan menelan ludah. Dengan tidak menanyakannya kami meletakkan segelas minuman teh dimeja dia. Ternyata gerakan kami mengejutkannya. Dengan terkejut dia mengatakan tidak usah, tidak usah.. Kami mengatakan engkau sudah haus minumlah. Pada saat ini dengan spontan dari sakunya dikeluarkan segenggam uang logam yang disodorkan kepada kami. Kami menjelaskan kepadanya minumannya gratis. Dia tidak percaya. Katanya saat dia dalam perjalanan menuju bandara, merasa haus dan meminta air kepada penjual makanan di pinggir jalan. Dia tidak diladeni malah diusir. Pada saat itu kami mengetahui demi menghemat biaya perjalanan dari desa dia berjalan kaki sampai mendekati bandara baru naik mobil. Karena uang yang dibawa sangat sedikit, hanya dapat meminta minuman kepada penjual makanan dipinggir jalan itupun kebanyakan ditolak dan dianggap sebagai pengemis. Saat kami membujuk dia terakhir dia percaya dan duduk dengan tenang meminum secangkir teh, kami menawarkan makanan tetapi ditolak olehnya. Dia menceritakan bahwa dia mempunyai dua orang putra yang sangat baik, putra sulung sudah bekerja di kota dan yang bungsu sedang kuliah ditingkat 3 di Peking. Anak sulung yang bekerja di kota menjemput kedua orang tuanya untuk tinggal bersama di kota tetapi kedua orang tua tersebut tidak biasa tinggal di kota akhirnya pindah kembali ke desa. Sekali ini orangtua tersebut hendak menjenguk putra bungsunya di Peking. Anak sulungnya tidak tega orang tua tersebut naik mobil begitu jauh, sehingga membeli tiket pesawat dan menawarkan menemani bapaknya bersama – sama ke Peking. Tetapi ditolak olehnya karena dianggap terlalu boros dan tiket pesawat sangat mahal. Dia bersikeras dapat pergi sendiri. Akhirnya dengan terpaksa disetujui dengan anaknya. Dengan merangkul sekarung penuh ubi kering yang disukai oleh anak bungsunya, ketika melewati pemeriksaan keamanan dibandara, dia disuruh menitipkan karung tersebut di tempat bagasi tetapi dia bersikeras membawa sendiri. Katanya jika ditaruh di tempat bagasi, ubi tersebut akan hancur dan anaknya tidak suka makan ubi yang sudah hancur. Akhirnya kami membujuknya meletakkan karung tersebut di atas bagasi tempat duduk, akhirnya dia bersedia dengan hati – hati dia meletakkan karung tersebut. Saat dalam penerbangan kami terus menambah minuman untuknya, dia selalu membalas dengan ucapan terima kasih yang tulus. Tetapi dia tetap tidak mau makan, meskipun kami mengetahui sesungguhnya dia sudah sangat lapar. Saat pesawat hendak mendarat dengan suara kecil dia menanyakan saya apakah ada kantongan kecil, dan meminta saya meletakkan makanannya di kantong tersebut. Dia mengatakan bahwa dia belum pernah melihat makanan yang begitu enak. Dia ingin membawa makanan tersebut untuk anaknya. Kami semua kaget. Menurut kami yang setiap hari melihat makanan yang begitu biasa, di mata seorang desa menjadi begitu berharga. Dengan menahan lapar disisihkan makanan tersebut demi anaknya, dengan terharu kami mengumpulkan makanan yang masih tersisa yang belum kami bagikan kepada penumpang ditaruh di dalam suatu kantongan yang akan kami berikan kepada kakek tersebut. Tetapi diluar dugaan dia menolak pemberian kami, dia hanya menghendaki bagian dia yang belum dimakan, tidak menghendaki yang bukan miliknya sendiri. Perbuatan yang tulus tersebut benar – benar membuat saya terharu dan menjadi pelajaran berharga bagi saya. Sebenarnya kami menganggap semua hal sudah berlalu, tetapi siapa menduga pada saat semua penumpang sudah turun dari pesawat, dia yang terakhir berada di pesawat. Kami membantunya keluar dari pintu pesawat, sebelum keluar dia melakukan sesuatu hal yang sangat tidak bisa saya lupakan seumur hidup saya, yaitu dia berlutut menyembah kami, mengucap terima kasih bertubi – tubi, dia mengatakan bahwa kami semua adalah orang yang paling baik yang dijumpai. Kami di desa hanya makan sehari sekali dan tidak pernah meminum air yang begitu manis dan makanan yang begitu enak. Hari ini kalian tidak memandang hina terhadap saya dan meladeni saya dengan sangat baik, saya tidak tau bagaimana mengucap terima kasih kepada kalian. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian, dengan menyembah dan menangis dia mengucapkan perkataannya. Kami semua dengan terharu memapahnya dan menyuruh seorang anggota yang bekerja dilapangan membantunya keluar dari lapangan terbang. Selama 5 tahun bekerja sebagai pramugari, beragam – ragam penumpang saya sudah jumpai, yang banyak tingkah, yang cerewet dan lain – lain, tetapi belum pernah menjumpai orang yang menyembah kami. Kami hanya menjalankan tugas kami dengan rutin dan tidak ada keistimewaan yang kami berikan. Hanya menyajikan minuman dan makanan. Tetapi kakek tua yang berumur 70 tahun tersebut sampai menyembah kami mengucapkan terima kasih, sambil merangkul karung tua yang berisi ubi kering dan menahan lapar menyisihkan makanannya untuk anak tercinta, dan tidak bersedia menerima makanan yang bukan bagiannya. Perbuatan tersebut membuat saya sangat terharu dan menjadi pengalaman yang sangat berharga buat saya.

Thursday, March 13, 2014

Hasil penelitian BH ternyata membuat payudara menjadi kendur

Sejak lama, perempuan menggunakan pakaian dalam untuk menunjang payudara,Namun penelitian terbaru menyatakan sebaiknya perempuan tak mengenakan bra. Alasannya, bra membuat payudara kendur dan meningkatkan nyeri punggung.Hasil penelitian seorang profesor di Prancis, Jean-Denis Rouillon, itu memicu perdebatan. Namun, Rouillon menegaskan penelitian pada evolusi payudara tanpa bra selama 15 tahun.Secara ilmiah, kata profesor di University of Besançon, bra tidak ada gunanya. Kenyataannya, bra malah berbahaya bagi kesehatan payudara. Ia mengatakan penelitiannya melibatkan 330 perempuan antara usia 18 dan 35 tahun. Sebanyak 50 peserta diminta tak memakai bra. Kemudian peneliti mengukur anatomi responden dan diperiksa untuk setiap perubahan orientasi menggunakan aturan 'slide dan caliper'."Secara medis, fisiologis, anatomis, payudara tidak mendapatkan manfaat dari menolak gravitasi. Sebaliknya, payudara mereka malah lebih kendur dan melorot dengan memakai bra,” kata Rouillon.Secara khusus, ia menunjukkan puting naik kembali setinggi 7 milimeter dalam setahun bila perempuan tak mengenakan bra. Sementara secara keseluruhan, payudara bisa kencang kembali dan gurat pada kulit atau stretch mark mulai memudar. Dia mengatakan saat seorang wanita menyentuh 25 saat memakai bra, payudara mulai melorot.Seorang wanita berusia 28 tahun yang diidentifikasi sebagai 'Capucine' berpartisipasi dalam studi itu. Ia mengaku tak mengenakan bra selama dua tahun. Ia pun memetik hasil dari penelitian tersebut."Ada beberapa manfaat, saya bernapas lebih mudah, saya membawa diri lebih baik, dan sakit punggung saya berkurang,” kata Capucine.Sakit punggung telah lama dikaitkan dengan payudara besar dan dukungan bra yang salah. Postur tubuh yang tepat juga penting untuk mendukung kesehatan, apakah tanpa bra atau mengenakan pakaian dalam.Rouillon menyatakan keyakinannya budaya salah membuat wanita membutuhkan bra. Meskipun demikian, ia merekomendasikan beberapa wanita untuk tidak membuang bra mereka atas temuan itu."Temuan ini tidak bermanfaat bagi seorang ibu 45 tahun untuk berhenti memakai bra," katanya.Bra modern dipatenkan untuk Mary Phelps Jacob, seorang sosialita yang menciptakan pakaian dalam untuk salah satu gaun malamnya. Popularitasnya muncul selama Perang Dunia I ketika perempuan memutuskan mereka membutuhkan sebuah alat yang akan praktis untuk dipakai di dunia kerja

Monday, March 3, 2014

Beberapa Keputusan Yang Sebaiknya Anda Pikirkan Dalam Keadaan Gelap

Sangat penting untuk memikirkan baik-baik sebelum mengambil keputusan dalam hidup Anda. Tindakan atau keputusan yang gegabah hanya akan membuat keadaan menjadi buruk atau bertambah buruk.
Saat berpikir, otak Anda membutuhkan suasana yang tenang dan kondusif. Selain itu, seperti dilansir womenshealthmag.com, para peneliti menemukan, suasana gelap akan membuat Anda berpikir lebih rasional. Para peneliti JUGA menyarankan untuk memikirkan 3 masalah ini Anda pikirkan dalam keadaan gelap.
Konflik di tempat kerja
Menurut para ahli, seseorang akan lebih tenang dan tidak agresif saat keadaan remang-remang atau gelap. Cobalah untuk menutup tirai atau meredupkan lampu saat berada dalam konflik agar Anda dapat berpikir lebih positif.
Bertengkar dengan pasangan
Sebelum berdiskusi dengan pasangan Anda tentang kekecewaan atau kemarahan Anda padanya, cobalah untuk membuat suasana ruangan Anda menjadi lebih redup ata gelap. Ini akan membuat Anda dan pasangan lebih tenang dan dapat menyelesaikan masalah lebih baik.
Sebelum menghadiahi diri Anda dengan makanan
Jika Anda sedang berdiet, cobalah meredupkan atau mematikan lampu saat Anda ingin memakan kue atau snack. Jika keadaan sekeliling Anda terang, emosi Anda akan terlibat, dan Anda cenderung akan makan lebih banyak.